Jumat, 04 Juli 2008

Dilema Simalakama

Oleh: Abu Lubna

Pemuda Khoirul (K): Sungguh naif, ironis, mengherankan, sangat tidak masuk akal…!!!

Pak Sholeh (S): Lho..lho…lho..ada apa Nak Khoirul? Apa yang sedang mengganggu fikiranmu?

K: Itu lho Pak, sementara orang-orang kafir sedang sibuk mempersiapkan Program “Jusuf 2004″, yaitu sebuah program agar pada Pemilu nanti Presiden kita dijabat oleh orang Kristen, eh malah ada orang yang membid’ahkan partai politik, sungguh aneh!

S: Lho, tenang dulu Nak Khoirul, sabar. Ananda kan orang yang selalu berkata agar menghargai pendapat orang lain, kenapa sekarang ananda tidak konsisten?

K: Astaghfirullah, Pak Sholeh benar. Saya cuma heran, kenapa mereka bisa berpendapat seperti itu, padahal sebagian dari mereka itu kan cendekiawan, intelektual, bahkan para ulama yang memperjuangkan Islam?

S: Tentunya mereka mempunyai alasan untuk berpendapat seperti itu. Dan seperti Nak Khoirul sering katakan, pendapat seseorang itu harus kita hargai. Betulkan? Baiklah, sekarang saya akan mencoba melihatnya dari sudut pandang yang lain. Saya lihat, sebenarnya dalam permasalahan yang sedang ananda fikirkan itu ternyata ada 2 permasalahan berbeda.

K: Maksud Bapak?

S: Yang pertama adalah permasalahan Program Jusuf 2004, yang kedua adalah permasalahan pembid’ahan partai politik. Kedua permasalahan itu telah datang pada masa yang berbeda, dan kedua-duanya tidak saling berkaitan pada awalnya. Jadi tidak benar ketika ada Program Jusuf 2004, lalu ada orang-orang yang mencounternya dengan mengatakan bahwa partai politik itu bid’ah. Janganlah dikesankan seperti itu, ananda harus bijaksana dalam menyimpulkan suatu permasalahan.

K: Jadi, bagaimana Bapak melihat permasalahan ini?

S: Permasalahan pembid’ahan partai politik itu telah dibahas para ulama sejak zaman munculnya demokrasi, bahkan kalau diqiyaskan, masalah itu telah dibahas dalam kitab-kitab ulama terdahulu. Para ulama tersebut tentunya mempunyai dalil, argumen yang berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi dan dengan beberapa catatan penting tentang demokrasi. Adapun permasalahan Jusuf 2004 adalah permasalahan baru, yang butuh untuk difikirkan dan dipecahkan bersama, termasuk oleh para ulama tersebut. Saya yakin, sangat tidak mungkin bagi para ulama yang memfatwakan bid’ahnya partai politik itu akan tinggal diam atau bahkan menganjurkan untuk golput, sementara kaum kafir sedang serius mengincar kursi presiden. Sekali lagi, ananda harus sedikit bijaksana dalam berfikir, ananda harus tabayyun dengan mereka.

K: Baiklah, sebagai seorang muslim, apa yang akan Bapak lakukan dalam mensikapi program “Jusuf 2004″ itu?

S: Sesuai dengan kemampuan masing-masing, karena Allah tidak membebani hamba-Nya kecuali dengan apa yang kira-kira menjadi kewajibannya. Sebagai seorang ustadz, maka saya berkewajiban untuk mengumumkan program kristenisasi ini kepada kaum muslimin agar mereka tahu bahwa musuh sedang mengincar kita. Kita harus marah di mimbar-mimbar, masjid-masjid dan majlis ta’lim.

K: Lalu, apa tindakan konkritnya?

S: Nah, orang-orang kafir itu kan sasarannya adalah Pemilu, mereka pasti akan menyusup kepada partai-partai yang berkedok nasionalisme dan mengelabui kaum muslimin. Maka tidak ada cara lain kecuali kita serukan kepada kaum muslimin agar mencoblos partai-partai Islam yang berjuang untuk Islam dan membela kaum muslimin.

K: Kalau begitu, partai-partai manakah yang Bapak anjurkan untuk dicoblos?

S: Tidak mengapa partai apapun, asalkan partai Islam. Namun sebaiknya kita memilih partai yang kita lihat mempunyai jalan yang lebih dekat kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

K: Saya setuju sekali Pak, tidakkah sebaiknya kita bergabung dengan mereka?

S: Ya ananda benar sekali, saya siap bergabung dengan mereka dalam segala bentuk amar ma’ruf nahi munkar bil hikmah. Sedangkan memberitahukan kaum muslimin tentang program Jusuf 2004 ini adalah juga bagian dari amar ma’ruf nahi mungkar tadi. Sekali lagi insya Allah saya siap. Bukankah begitu yang ananda maksud?

K: Maksud saya, kita bergabung dengan salah satu partai tersebut, memakai baju mereka dan berdakwah dengan cara mereka.

S: Oh begitu maksud ananda. Baiklah, kalau begitu tolong ananda amati pada partai manakah akan saya dapati sifat-sifat hizbullah, karena Allah hanya memerintahkan saya untuk bergabung dengan partai tersebut.

K: Setahu saya, semua partai Islam mengatakan bahwa mereka memperjuangkan Islam, tentunya mereka semuanya hizbullah.

S: Hizb-Allah itu cuma satu, karena dalam Al-Qur’an, Allah menggunakan kata “Hizb” (singular) yang artinya “sebuah partai.”

K: Kalau begitu, tolong Bapak rincikan dulu sifat-sifat hizbullah itu, baru nanti akan saya cocokkan dengan partai-partai yang ada.

S: Baiklah, sebenarnya banyak sifat-sifatnya, tapi saya akan sebutkan satu sifat saja, yaitu mereka senantiasa menjaga dan mengusahakan persatuan kaum muslimin, karena Allah telah memerintahkan kita untuk bersatu dan melarang bercerai berai.

K: Setahu saya, semua partai Islam juga menyerukan kepada persatuan ummat.

S: Kalau memang mereka semua berkata begitu, lalu mengapa mereka tetap berusaha mengeksistensikan partainya masing-masing. Kadang-kadang kalau ada masalah, hanya nama partai yang diganti, tidak berusaha untuk mengajak semua partai Islam untuk melebur. Apakah menurut ananda persatuan itu akan terwujud dengan satu partai atau banyak partai? Bahkan di Indonesia, satu partai saja bisa beranak jadi 2. Ananda harus selalu ingat, bahwa Persatuan Islam itu ibarat sebuah lingkaran besar. Biarkanlah lingkaran besar kaum muslimin itu tetap satu, jangan dibagi-bagi menjadi lingkaran-lingkaran kecil.

K: Kalau begitu, saya yakin pasti Partai Pak Ahmad itulah partai Hizbullah, karena dalam kampanye mereka, mereka lebih sering menyerukan kepada persatuan kaum muslimin.

S: Saya ingin balik bertanya, apakah sewaktu mengatakan tentang persatuan itu dalam kampanye mereka, mereka memakai suatu atribut khusus?

K: Ya, tentu mereka memakai lambang, bendera dan seragam mereka.

S: Nah, hal itu sudah cukup kita katakan bahwa mereka telah membuat sebuah lingkaran kecil di dalam sebuah lingkaran besar. Karena lingkaran besar Islam tidak mempunyai lambang, bendera dan seragam. Bahkan hal itu pun sudah cukup untuk membuat orang Islam yang lain merasa berbeda dengan ummat Islam yang memakai atribut dan seragam tersebut.

K: Tapi Pak Ahmad sering mengatakan bahwa mereka tidak menuntut untuk dipilih, yang penting kita memilih salah satu partai Islam. Bukankah ini kalimat yang haq?

S: Seandainya mereka menyerukan agar Ummat Islam memilih mereka, atau mengajak bergabung menjadi anggota partai mereka, maka inilah yang saya namakan membuat lingkaran kecil. Namun apabila mereka menyerukan untuk memilih partai apa saja asalkan partai Islam, maka perkataan ini adalah hipokrit, karena jelas-jelas setiap partai itu mempunyai target. Adapun target adalah harapan, harapan tentunya akan dibarengi dengan usaha untuk mencapainya, yaitu mengajak manusia. Lalu untuk apa ditentukan target?

***

K: Kalau begitu, apa konsep Persatuan Islam menurut Bapak?

S: Yaitu sebuah lingkaran besar kaum muslimin yang mengatakan Lailaaha illallah Muhammaddarrasulullah, menjalankan kitabullah, Sunnah Nabi serta Ijma para shahabat. Maka mereka itu adalah saudara, sehingga wajib dibela. Yang di luar lingkaran itu adalah musuh.

K: Kalau melihat konsep yang sederhana itu, saya berkesimpulan bahwa Islam itu ya Islam, tidak butuh lagi dengan organisasi atau perkumpulan. Bukankah begitu?

S: Organisasi/perkumpulan itu bisa saja diperlukan, yaitu sebagai sarana bagi kita untuk mempermudah dakwah dan menyerukan manusia kepada lingkaran besar Islam. Tapi kalau organisasi/perkumpulan/kelompok/partai itu didirikan untuk mengajak manusia masuk kepada kelompok mereka, maka mereka telah membuat sebuah lingkaran kecil di dalam lingkaran besar kaum muslimin. Organisasi seperti inilah yang justru akan memecah belah ummat. Imam Malik berkata, apabila anda melihat suatu kelompok dalam Islam yang menyerukan Ummat Islam masuk kepada kelompoknya, bukan menyerukan kepada Islam, maka ketahuilah bahwa kelompok itu adalah sesat. Ini bukan kata saya, ini kata Imam Malik.

K: Tapi, pada kenyataanya ummat Islam itu sendiri telah berkelompok-kelompok, dan setiap kelompok mempunyai ciri-ciri tertentu, apa tanggapan Bapak?

S: Ananda jangan heran, itu adalah realita yang telah dikabarkan oleh Nabi. Namun demikian, kita tidak boleh pasrah, kita dituntut untuk terus berusaha kepada persatuan ummat dan jangan bercerai berai karena itu adalah perintah Allah dalam Al-Qur’an.

K: Kalau begitu, bagaimana kalau kita rangkul saja semua kelompok-kelompok Islam itu, mulai dari syi’ah yang menghujat para shahabat sampai semua kelompok di kalangan ahlu sunnah, yang penting mereka mengaku Tuhan kami adalah Allah dan Nabi kami adalah Muhammad. Lalu kita berjuang dalam sebuah partai untuk kemenangan Islam dan untuk sementara tidak memperselisihkan perbedaan.

S: Ide yang tidak terlalu jelek, saya hargai pendapat ananda. Namun sayangnya, cara seperti itu tidak akan pernah berhasil di dalam konsep demokrasi itu sendiri.

K: Maksud Bapak?

S: Coba ananda fikirkan, anggap saja dengan cara itu akhirnya ummat Islam akan meraih suara terbanyak dan menang, lalu apa kira-kira yang akan terjadi?

K: Tentunya kita bisa menerapkan hukum Islam dengan leluasa.

S: Hukum Islam yang bagaimana? Yang sesuai dengan Kitab wa sunnah seperti pada zaman Nabi dulu, atau Hukum Islam yang bisa mengakomodasi seluruh pemahaman yang ada pada kelompok-kelompok yang bersatu tadi? Karena ananda harus ingat, di dalam konsep demokrasi, setiap orang berhak untuk menuntut haknya. Kaum syi’ah akan meminta masjid untuk menghujat para shahabat, kaum sunni quburiyyun akan tetap minta diperbolehkan berkunjung ke kuburan-kuburan. Semua sekte yang telah berhasil memenangkan partai tersebut, akan meminta hak untuk beribadah sesuai dengan cara mereka, atas nama demokrasi.

K: Jadi menurut Bapak, tidak mungkin kita bisa menerapkan hukum Islam yang shohih, setelah kita memenangkan pemilu tersebut?

S: Mustahil menurut konsep demokrasi. Karena persatuan Islam dengan cara itu hanyalah persatuan jasadi, bukan persatuan Islam sesungguhnya. Setiap kelompok yang berbeda-beda itu akan kembali menuntut haknya masing-masing dengan mengatasnamakan demokrasi.

K: Kalau begitu, adakah cara lain untuk menunaikan perintah Allah agar kita menuju persatuan Islam?

S: Seperti telah saya katakan, realitas perpecahan ummat ini telah dikabarkan oleh Rasulullah pada 14 abad yang lalu, dan jalan keluarnya pun telah pula dijelaskan oleh Beliau.

K: Apa jalan keluar menurut Beliau (Hadits)?

S: Pertama: Perintah untuk menjauhi semua kelompok yang ada. Kedua perintah utk “ruju’ (kembali) kepada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin sesudahku.” Kalau dikatakan “kembali”, maka hal itu akan mempunyai 2 makna. Pertama: orangnya telah berjalan terlalu jauh, kedua: jalannya itu sendiri yang kejauhan/salah jalan/rambu-rambunya rusak atau tersamar. Maka untuk membuat “orangnya” bisa kembali, kita harus memberikan arahan kepadanya, yaitu berupa petunjuk/pendidikan (tarbiyyah) agar orang tersebut bisa mencari jalan pulang. Adapun terhadap “jalannya”, maka kita harus benahi jalan itu, bersihkan, murnikan (tasfiyyah) agar orang lain tidak kembali menempuh jalan itu, walaupun orang munafik tidak menyukainya. Melalui hadits ini, Rasulullah telah memberikan solusi metoda dakwah akhir zaman, ketika ummat Islam telah berkelompok-kelompok. Inilah metoda dakwah menuju persatuan hakiki, yaitu persatuan jasadi warruuhi.

K: Memang begitulah idealnya. Karena dengan bersatunya pemahaman, maka otomatis jasadnyapun akan bersatu. Namun demikian, akan lama sekali rasanya kemenangan itu tercapai?

S: Lama atau cepat bukan urusan kita. Itu urusan Allah. Kita tidak dituntut untuk cepat-cepat. Bahkan kemenangan itu sendiripun bukan suatu tuntutan. Kemenangan pada hakekatnya adalah pemberian dari Allah. Yang Allah tuntut dari diri kita adalah bagaimana kita menunaikan jalan menuju kemenangan tersebut sesuai dengan konsep nubuwwah.

K: Kalau begitu, kapan kita bisa mendirikan sebuah Daulah Islam?

S: Daulah hanyalah sebuah sarana dakwah, bukan tujuan dakwah. Sarana itu memang harus kita capai, namun bukan dengan mengorbankan tujuan. Tujuan dakwah adalah yang asasi. Tujuan dakwah adalah mentauhidkan Allah dan “memurnikan” Islam, dengan cara menuntut dan menyebarkan ilmu, serta mempersatukan ummat sesuai dengan konsep nubuwwah tadi.

K: Tapi, bagaimana mungkin bapak bisa mengatakan bahwa “mendirikan daulah” itu bukan salah satu tujuan dakwah?

S: Baiklah, apakah ananda ingat kisah Rasulullah dengan pamannya Abu Thalib?

K: Kisah yang mana Pak, ada beberapa kisah yang saya ingat.

S: Kalau seandainya mendirikan daulah, atau menjadi presiden, atau mencapai kekuasaan adalah tujuan dakwah, maka Rasulullah telah memilih kesempatan itu di awal masa datangnya Islam, tanpa harus berperang!. Ingatkah ananda, ketika kaum kafir Quraisy melalu lisan Paman Nabi, Abu Thalib, menawarkan: seandainya engkau menghendaki wanita, maka mereka akan mencari wanita-wanita tercantik untuk dinikahkan dengan engkau, atau harta, maka mereka akan mengumpulkan seluruh kekayaan Quraisy dan diberikan kepada engkau, atau menjadi raja, maka mereka akan membai’at engkau menjadi raja. Namun apa jawaban Beliau?

K: Apa kata Beliau Pak?

S: Beliau bersabda: “Sekali-kali tidak wahai pamanku!, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku, bulan di tangan kiriku, maka sekali-kali aku tidak akan gentar, sampai Allah memenangkan urusanku, atau aku binasa bersamanya.”

K: Subhanallah, mengapa Beliau tidak memilih menjadi raja, bukankah beliau politikus ulung?

S: Politikus ulung hanyalah julukan orang-orang, tapi beliau adalah seorang Nabi. Seorang Rasul yang diturunkan dengan membawa konsep dakwah nubuwwah. Kalau seandainya beliau adalah politikus, maka sudah tentu beliau akan memilih menjadi raja. Karena dengan menjadi raja, maka harta akan Beliau peroleh, wanita yang cantik akan mudah Beliau dapatkan, bahkan dakwah pun akan lebih mudah disebarkan. Tapi sekali lagi, Beliau bukan seorang politikus, Beliau adalah seorang Nabi, yang mendapat wahyu dan diperintah oleh Allah ‘azza wajalla.

K: Jadi, mencapai kekuasaan itu bukan tujuan dakwah?

S: Begitulah. Kalau seandainya hal itu merupakan tujuan, maka sesungguhnya kesempatan itu sudah ada di depan mata Rasulullah, tanpa harus berperang, tanpa harus ber-pemilu. Tapi beliau tidak mengambilnya. Dan seandainya kita menyangka bahwa dengan kekuasaan, hukum Islam itu bisa ditegakkan, sudah barang tentu Rasulullah pun telah lebih dulu menerima tawaran kaum Quraisy itu.

K: Oya, saya teringat sesuatu. Bukankah Rasulullah menolak tawaran tersebut karena tawaran itu bersyarat? Yaitu agar Beliau meninggalkan dakwah Islamiyyah?

S: Bukankah kekuasaan yang dicapai dengan demokrasi pun akan penuh dengan syarat? Penuh kompromi? Penuh toleransi? Harus tetap menghargai orang yang berbeda pendapat, menghargai orang yang tidak setuju dengan hukum rajam, potong tangan, jilbab, bahkan menghargai hukum murtad dari agama Islam, karena hal itu adalah hak asasi manusia. Kalau ternyata Rasulullah meninggalkan pencapaian “kekuasaan yang bersyarat” itu, lalu mengapa kita berani mengambilnya?

K: Saya kagum dengan argumentasi-argumentasi yang Bapak kemukakan, namun masih ada sedikit syubhat dalam fikiran saya.

S: Silahkan ananda kemukakan.

K: Kalau pada zaman Nabi kan Beliau dituntut oleh Allah untuk memperjuangkan Islam secara sempurna, apalagi beliau di bawah bimbingan Allah. Tapi saat ini, kan agak susah utk memperjuangkan Islam yang sempurna, karena kita bukan Nabi. Jadi melalui demokrasi, kita bisa mengakomodasi hukum Islam sedikit demi sedikit.

S: Masalahnya Allah telah berfirman: Walaa talbisul haqqo bil baatili (Janganlah kalian mencampuradukan yang haq dengan yang bathil). Sebuah larangan yang sangat keras dari Allah. Memang, dengan demokrasi, sebagian hukum Islam mungkin bisa diakomodasi, namun di saat yang sama, kita terpaksa melanggar ayat tadi, karena harus bertoleransi dengan selain hukum Allah, harus bersekutu dengan orang kafir dalam penentuan suatu hukum. Saya melihat bahwa kemampuan akomodasi dengan cara demokrasi tidak akan sampai kepada derajat kamil/kaffah, karena di sana ada kompromi, toleransi, tenggang rasa.

K: Lalu, cara apa yang bisa mengakomodasi hukum Islam secara kaffah?

S: Jihad fii Sabilillah. Dengan cara itulah Islam telah jaya pada zaman para Nabi dan Rasul, dan dengan cara itu pulalah agama Islam ini akan kembali jaya di akhir zaman. Islam telah dimuliakan dengan jihad, dan akan kembali mulia dengan jihad.

***

K: Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan satu sifat dari sifat-sifat hizbullah, yaitu menjaga dan menyerukan persatuan Islam. Tolong Bapak sebutkan sifat-sifat yang lain!

S: Mereka itu sesuai firman Allah: Asidda’u ‘alal kuffar, ruhama’u bainahum (keras terhadap orang kafir, berkasih sayang sesama mereka).

K: Tolong Bapak sebutkan ciri hizbullah yang lain!

S: Mereka menyerukan agar kaum wanita muslimah kembali ke rumah untuk mendidik generasi muda Islam, sebagai kewajiban yang telah lama ditinggalkan atau sengaja dilupakan, yaitu perintah Allah ‘azza wajalla: “Wa qorna fii buyuutikunna!”. Namun ananda, diantara mereka justru ada yang menjadi anggota parlemen, bercampur dengan laki-laki dan orang-orang kafir.

K: Tolong sebutkan satu lagi saja sifat yang lain!

S: Wahai ananda, mereka itu selalu memperjuangkan Hak Asasi Allah (HAA).

K: Setahu saya, semua partai Islam tentu memperjuangkan Hak Hak Allah, walaupun istilahnya tidak setenar mereka memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM). Bagaimana tanggapan Bapak?

S: Itulah demokrasi. Inti dari konsep demokrasi adalah adanya hak individu, yaitu hak asasi manusia (HAM). Yaitu bahwa setiap orang, baik itu sholeh maupun jahat, mempunyai hak asasi yang harus dihormati. Setiap orang boleh mengeluarkan pendapat yang harus dihargai.

K: Bukankah itu suatu konsep yang sangat baik?

S: Adakah padanya kebaikan, sementara konsep “hak asasi” mengatakan: segala perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu, selama perbuatan itu tidak mengggangu orang lain, tidak merugikan orang lain, tidak melanggar hak orang lain, maka itu adalah hak asasi dia yang harus didengar, dihargai dan dilindungi.

K: Saya belum memahami maksudnya, tolong dijelaskan lagi.

S: Di dalam negara demokrasi, apabila ada satu atau dua orang saja yang mempunyai pendapat, misalnya kita contohkan saja perkawinan sejenis (gay/lesbi), maka kedua orang tersebut berhak untuk turun ke jalan berdemonstrasi, menulis di media massa mendakwahkan idenya, membentuk organisasi, berbicara di depan parlemen untuk menuntut haknya, serta berhak untuk dilindungi hak asasinya tersebut.

K: Saya akan menentang kedua orang tersebut, karena homoseksual tidak bisa diterima oleh Islam.

S: Lho, ananda kan selalu berkata agar menghargai pendapat orang lain, maka ananda harus konsisten, sesuai prinsip demokrasi.

K: Baiklah, adakah contoh kongkrit yang lain?

S: Ketika para agamawan, baik dari Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lain-lain menentang perbuatan seks di luar nikah seperti WTS, maka ada orang-orang yang mengaku dirinya nasionalis, aktifis HAM berkata membela: “Mereka itu mempunyai hak untuk makan, untuk hidup, untuk membiayai anak-anaknya yang lapar. Maka di saat mereka tidak memiliki keahlian untuk bekerja kecuali dengan menjual tubuhnya, maka kita harus memberikan kesempatan itu, memberikan haknya untuk hidup, selama di dalamnya ada rasa suka sama suka, saling menguntungkan dan tidak merugikan orang lain. Maka membunuh hak mereka, sama dengan membunuh anak-anaknya yang lapar. Begitu juga dengan istilah WTS yang cenderung menghinakan mereka, istilah itu harus diganti dengan yang lebih manusiawi seperti Pekerja Seks Komersial (PSK). Demi keagungan prinsip demokrasi, anda harus menghargai hak-hak mereka!!”

K: Tolong sebutkan satu saja contoh kongkrit yang lain?

S: Berjemur tanpa selembarpun busana di taman-taman kota di Jerman, masih dilarang oleh undang-undang dan ada padanya hukuman denda. Namun apa yang terjadi saat ini, ketika polisi mendatangi mereka dan mengingatkan akan peraturan ini, mereka mengatakan: “Ini adalah hak asasi saya, ada apa dengan anda? Apakah saya mengganggu hak orang lain?”

K: Wah, sangat tidak bisa dibayangkan ya Pak. Bagaimana kalau setiap orang jahat di Indonesia turun ke jalan lalu berkata: saya menuntut hak saya untuk bisa berbuat ini dan itu.

S: Singkatnya, ketika ada orang baik yang memperjuangkan suatu kebenaran, lalu ada orang jahat yang berkata: “Saya ingin melakukan yang berlawan dengan anda, dan ini adalah hak asasi saya, pendapat saya” maka ananda harus menghargainya, atas nama demokrasi.

K: Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan salah satu konsep demokrasi yaitu kebebasan berpendapat dan HAM. Lalu adakah konsep demokrasi lain yang janggal?

S: Di dalam memilih seorang pemimpin, katakanlah presiden, maka seorang da’i kondang sekelas Zainuddin MZ akan memiliki suara yang sama nilainya dengan seorang pelacur, perampok, koruptur yang sedang dipenjara, bahkan orang kafir, yaitu SATU suara. Jadi inti konsep demokrasi yang kedua adalah menang-menangan suara.

K: Lalu, apa kejanggalannya?

S: Konsep itu tentu akan membuat Al-haq tidak akan pernah menang, bahkan mustahil untuk menang.

K: Tidak akan pernah menang? Bukannya kita dapat bertarung dalam pemilu?

S: Bagaimana ananda akan bertarung, sementara Rasulullah telah mengabarkan tentang kekalahan itu.

K: Maksud Bapak?

S: Beliau mengabarkan bahwa jumlah orang-orang baik di akhir zaman itu cuma sedikit dan terasing (ghuroba’). Walaupun dalam hadits lain beliau mengabarkan bahwa jumlah orang Islam itu banyak, tapi mereka itu seperti buih, mereka itu asing dari agamanya, asing dari kebenaran. Yang benar menurut mereka asing, yang bathil menurut mereka benar. Bagaimana ananda bisa menang, sementara orang yang tidak suka pada kebenaran itu lebih banyak, bahkan mereka dari kalangan ummat Islam sendiri…..

K: Bagaimana dengan berusaha sekuat tenaga, kampanye yang tiada henti, menggunakan seluruh fasilitas dakwah, tv, koran dan sebagainya?

S: Adakah kabar dari Rasulullah itu bisa berubah?

K: Kalau begitu, selain demokrasi, adakah cara dakwah lain yang bisa membuat jumlah orang baik sebanding atau mengalahkan jumlah orang jahat?

S: Tidak ada satupun cara dakwah yang dapat menyeimbangkan angka tersebut, karena itu merupakan kabar dari Rasulullah. Di akhir zaman, orang-orang baik akan tetap sangat-sangat sedikit jumlahnya.

K: Lalu, buat apa kita berdakwah?

S: Kalau tujuannya untuk menang-menangan suara, maka kita tidak usah berdakwah, karena sudah pasti kita tidak akan pernah menang.

K: Lalu, dengan cara apa Ummat Islam akan menang?

S: Yang jelas ananda, bukan dengan meningkatnya jumlah orang baik dari orang jahat. Saya tidak pernah mendengar kabar seperti itu. Justru semakin menuju akhir zaman, orang-orang akan semakin rusak, biduanita dan minuman keras makin merajalela, mereka meminta menghalalkan segala sesuatu yang haram, termasuk alat-alat musik (lihat hadits Bukhari).

K: Jadi Pak, kalau bukan dengan jumlah, dengan apa Ummat Islam bisa menang?

S: Itulah ananda. Di sini ada suatu hikmah yang sangat agung. Suatu hikmah yang hampir tidak pernah disadari oleh setiap muslim. Kemenangan akhir zaman itu suatu ketetapan yang telah dikabarkan oleh Rasulullah. Namun di sisi lain, Beliau pun mengabarkan akan keterasingan dan sedikitnya jumlah orang-orang baik (benar) pada waktu itu. Dengan sedikitnya jumlah, berarti demokrasi tidak akan bisa mengantarkan kepada kemenangan Islam yang hakiki. Saya sangat berharap, bahwa kemenangan itu adalah kemenangan Al-Badr, yaitu kemenangan seperti pada perang Badr. Kemenangan yang gemilang, walaupun jumlah orang baik pada waktu itu cuma sedikit.

K: Kapankah sebetulnya kemenangan hakiki itu akan datang Pak?

S: Yaitu pada masa munculnya Al-Imam Mahdi, pada masa turunnya kembali Nabiullah ‘Isa ‘alahissalam.

K: Lho, berarti kemenangan yang hakiki itu akan datang di akhir zaman, tidakkah ada kemenangan sebelum itu?

S: Wallahu’alam. Dari beberapa dalil yang ada, sebagian orang berusaha menyimpulkan bahwa setelah tumbangnya Kekhalifahan Turki Utsmani, maka ummat Islam akan mengalami suatu masa, dimana tidak akan ada lagi kekhalifahan yang sifatnya menyeluruh (mendunia). Ummat Islam akan berada dalam perpecahan, kebodohan yang sangat, penindasan, banyak ulama-ulama su’ yang mengajak ke lembah jahannam, digerogoti kaum kafir, dsb. Baru setelah itu akan datang kemenangan ditandai dengan berdirinya kekhalifahan Al-Mahdi yang akan berkuasa selama sekitar 40 tahun. Ternyata kemenangan itu pun cuma sesaat. Cuma 40 tahun saja. Makanya yang paling penting adalah bukan kemenangannya itu sendiri, melainkan bagaimana kita menunaikan jalan menuju kemenangan itu sesuai dengan tuntutan Rasulullah serta tidak mengorbankan akidah.

K: Jadi tidak ada kabar bahwa diantara masa itu akan ada suatu daulah atau kekhalifahan yang berhasil diperjuangkan baik dengan cara demokrasi atau cara-cara lainnya?

S: Hanya itu kabar tentang Kemenangan Ummat Islam di akhir zaman sejauh yang saya ketahui dari dalil-dalil yang ada. Yaitu kemenangan hakiki yang ditandai dengan berdirinya Kekhalifahan Al-Mahdi.

***

K: Kalau kemenangan itu akan datang pada saat orang baik sedikit, lalu apa rahasianya mereka bisa menang, Pak?

S: Tentunya karena mereka mematuhi wasiat Rasul. Wasiat untuk orang-orang yang hidup di akhir zaman.

K: Apa wasiat Beliau?

S: Wasiat yang telah kita diskusikan tadi pagi, yaitu wasiat untuk ruju’ (kembali) kepada Kitabullah, Sunnah Rasulullah, Sunnah Khulafaur Raasyidin, menggigitnya erat-erat dengan gigi-gigi geraham serta menjauhi semua kelompok (firqah) yang ada, walaupun harus mati dalam keadaan demikian (Lihat hadits-hadits tentang perpecahan ummat).

K: Bagaimana dengan wasiat itu mereka bisa menang?

S: Karena wasiat itu membawa manusia kepada persatuan yang hakiki. Persatuan pemahaman terhadap Sunnah yang haq, yaitu persatuan jasad dan ruh. Mereka senantiasa mengajak ummat Islam untuk “kembali”, yaitu dengan memberikan arahan menuju jalan pulang (tarbiyyah), sekaligus memperbaiki “jalan-jalan” yang telah membawa mereka pergi jauh dari sunnah itu (tasfiyyah). Wasiat itu senantiasa mereka perjuangkan dan terapkan, baik itu di masjid-masjid, masjis ta’lim, pada kurikulum madrasah/pesantren yang mereka mampu melakukannya. Itulah tempat-tempat harapan para kuntum dan kesuma Islam. Walaupun banyak orang menghinakannya.

K: Tapi sesuai dengan uraian Bapak, cara itupun tidak akan dapat membuat orang baik menjadi lebih banyak kan Pak?

S: Ananda benar. Ahlu sunnah itu akan tetap ghuraba (terasing) dan sedikit. Kita hanya berharap agar, walaupun jumlahnya sedikit, namun mereka akan ada di setiap penjuru desa. Berusaha untuk senantiasa konsisten dalam mempersiapkan jalan menuju kemenangan, sampai wasilah untuk menuju kemenangan itu datang. Adapun wasilah itu bisa saja datang dengan tiba-tiba. Pada saat wasilah itu datang, kita berharap mereka yang sedikit itu akan cukup mampu menjadi motor untuk membangunkan kaum muslimin yang sedang tertidur… terlena dengan kehidupan dunia….Bangun untuk menyambut datangnya sang wasilah…

K: Wasilah apa itu Pak?

S: Itulah jihad akhir zaman. Jihadul Akbar! dimana kaum muslimin akan berperang habis-habisan melawan Yahudi dan Nashrani.

K: Lalu, kenapa wasilah itu bisa datang dengan tiba-tiba?

S: Pada waktu perang Badr, Ummat Islam sangatlah sedikit. Mereka keluar dari kota Madinah bukan untuk berperang, persenjataan yang mereka bawa seadanya, hanya cukup untuk berjaga-jaga. Namun Allah menurunkan wasilah itu…..

K: Adakah kisah ini dari Rasulullah?

S: Rasulullah bersabda: “Akan tetap ada sebagian dari ummatku yang senantiasa menampakkan al-haq, apabila mendapatkan penghinaan, mereka tidak merasa gentar, dan mereka tetap konsisten seperti itu, sampai datangnya “keputusan” Allah ….(au kama qolla Rasulullah).

***

K: Pak Sholeh, dengan alasan-alasan yang Bapak kemukakan, sekarang saya minimal bisa menghargai pendapat orang-orang yang berbeda dengan saya. Yaitu orang-orang yang tidak setuju dengan demokrasi. Karena ternyata mereka pun mempunyai alasan yang tidak gampang dibantah. Mereka itu berpendapat bukan tanpa ilmu. Walaupun hati ini belum merasa puas, karena masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.

S: Syukurlah kalau Nak Khoirul memahaminya. Kita memang butuh tabayyun dengan orang yang berbeda pendapat. Akan lebih baik lagi, kalau Nak Khoirul langsung belajar dari kitab-kitab para ulamanya, tentu akan banyak didapati alasan-alsasan yang mempunyai sandaran Al-Qur’an dan Sunnah, daripada sekedar alasan dari saya yang dho’if.

K: Pak Sholeh, Bapak telah menjelaskan beberapa konsep demokrasi. Bapak telah menjelaskan beberapa sifat Partai Allah. Bapak pun telah menjelaskan bagaimana kedudukan partai politik di dalam lingkaran besar kaum muslimin. Tentang perintah Nabi untuk menjauhi semua kelompok. Namun Pak, kalau kita meninggalkan gelanggang politik, justru hal itu akan membuat parah kaum muslimin. Karena dengan demikian, kaum kafir akan masuk ke dalam parlemen. Mereka, bersama orang-orang Islam yang jahil, akan membuat undang-undang yang justru akan menyengsarakan kaum muslimin. Mereka akan lebih menindas kaum muslimin, akan mengganti dengan hukum-hukum thagut yang lebih mengerikan. Presiden dan gubernur akan dijabat oleh orang kafir. Apakah ummat Islam tidak berdosa secara fardu kifayah? Apakah kita akan tinggal diam saja?

Hening………

Kali ini Pemuda Khoirul berargumen cukup panjang. Pak Sholeh yang tadinya meladeni pertanyaan-pertanyaan dia dengan lancar, kini tiba-tiba wajahnya perlahan-lahan tertunduk lesu. Tatapannya merunduk, memandang permukaan karpet mesjid yang sudah usang dimakan usia. Raut wajahnya menampakkan kesedihan….Nampak jelas usianya yang telah menginjak setengah baya. Bibirnya tertutup rapat. Jari telunjuknya memainkan butiran-butiran pasir di atas karpet. Memang, dengan mudah sekali Beliau bisa menjelaskan bagaimana demokrasi itu bertentangan dengan Islam. Bahkan bertentangan dengan semua agama. Karena Hak Asasi Manusia kadangkala atau bahkan senantiasa berbenturan dengan Hak Asasi “Tuhan”, yang diatur dalam agama-agama. Namun kali ini Beliau dihadapkan dengan sebuah realita. Pertanyaan yang memaksa Beliau terdiam cukup lama. Terlihat sekali berat dan susahnya Beliau menjawab pertanyaan ini. Seakan-akan beliau sedang merasakan kehilangan seorang ayah atau seorang ibu. Terlihat ada kaca-kaca air di matanya. Kaca-kaca air itu semakin terlihat jelas menggumpal. Lalu….setetes air mata jatuh dari wajahnya yang masih tertunduk, beliau mengangkat wajah dan berkata lirih hampir tak terdengar:

S: Ananda, inilah puncak pertanyaan dari segala pertanyaan seputar demokrasi. Akan ananda rasakan, betapa tipis sekali batas jawabannya, kecuali bagi orang-orang yang memikirkannya dengan bashiroh dan kehati-hatian. Inilah dilema Ummat Islam yang saya namakan Dilema Simalaka.

K: Apa itu Simalakama?

S: Legenda tentang suatu jenis buah, yang apabila seseorang memakannya, maka bapaknya akan mati, kalau tidak dimakannya, maka ibunya yang akan mati. Suatu keputusan yang sulit dipenuhi.

K: Mengapa bisa begitu Pak Sholeh?

S: Karena Ummat Islam dihadapkan pada dua persoalan yang sangat bertolak belakang. Yang satu adalah masalah kemustahilan, yang kedua adalah masalah realita-realita.

K: Saya jadi tidak mengerti. Tolong Bapak jelaskan lebih rinci lagi.

S: Baiklah, tapi saya akan bertanya dulu kepada ananda. Tolong ananda jelaskan, apa yang ananda fahami tentang “kemenangan” yang dijanjikan Rasulullah di akhir zaman bagi Ummat Islam.

K: Mmmm…yaitu berdirinya sebuah Daulah Islamiyyah berbentuk kekhalifahan…mmmm dan terealisasinya Hukum Islam secara kaffah.

S: Cukup bagus. Kira-kira bagaimana hal itu bisa dicapai.

K: Mmm….Saya tidak tahu….mmm dengan diplomasi atau kompromi rasanya tidak mungkin…mmm mungkin dengan jihad kali Pak.

S: Baiklah. Coba ingat-ingat kembali prinsip demokrasi. Yaitu prinsip menghargai perbedaan pendapat, adanya kompromi dan negosiasi dengan orang kafir, kompromi dengan orang Islam yang tidak faham Islam, seperti para nasionalis, aktifis HAM, adanya sistem satu suara lawan satu suara, sementara jumlah orang yang benar itu kata Rasulullah cuma sedikit. Menurut ananda, apakah mungkin Daulah Islamiyyah dan Hukum Islam kaffah tadi akan dapat ditegakkan dengan cara ini?

K: Mmmm….rasanya koq tidak mungkin Pak…Kalaupun mungkin…rasanya akan sangat lama sekali Pak…karena di sana ada kompromi dan sikap menghargai pendapat orang lain…agama lain…aturan lain…

S: Nak Khairul, itulah yang saya maksud dengan “kemustahilan”.

K: Tapi kalau kita meninggalkan demokrasi, bisa-bisa presiden kita akan dijabat oleh orang non-muslim, hukum-hukum bisa diganti oleh mereka dengan yang merugikan Islam. Bukankah begitu?

S: Ananda benar. Namun tetap saja, apakah hal itu akan membawa kepada “Kemenangan” seperti yang telah ananda definisikan tadi? Yaitu kemenangan hakiki, kemenangan yang kaffah?

K: Mustahil, karena di sana ada kompromi, ada toleransi.

S: Kalau mustahil, kenapa jalan itu tetap ditempuh?

K: Saya tahu jalan itu tidak akan mencapai kemenangan yang hakiki kecuali dengan jihad. Tapi dengan demokrasi, minimal kita dapat membela hak-hak kaum muslimin.

S: Inilah salah satu “realita” yang saya maksud.

***

S: Baiklah, tadi ananda sebut-sebut tentang menyelamatkan kaum muslimin. Sekarang saya mau bertanya, siapa sebenarnya yang harus ananda selamatkan di antara kaum muslimin itu?.

K: Tentunya yang paling penting adalah saya sendiri. Kemudian keluarga saya serta kaum muslimin seluruhnya. Kira-kira begitulah kalau saya urutkan menurut skala prioritas.

S: Baiklah. Lalu, apa sih sebenarnya yang harus diselamatkan dari diri ananda, keluarga ananda dan kaum muslimin tadi.

K: Agar tidak jatuh pada kesyirikan baik besar maupun kecil. Itu yang paling utama, karena itulah inti dakwah para Nabi. Hal itu menjadi yang paling utama, karena itu adalah masalah surga dan neraka. Allah telah berfirman: “Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”.

S: Baiklah. Setelah masalah syrik (tauhid), kira-kira prioritas apalagi yang harus ananda selamatkan dari kaum muslimin?

K: Kalau masalah surga dan neraka sudah terselamatkan, maka saya akan berusaha agar ibadah saya, keluarga saya dan kaum muslimin diterima oleh Allah. Adapun kuncinya cuma ada dua, yaitu ikhlash dan ittiba’ dengan menyempurnakan ibadah sesuai tuntunan Rasulullah.

S: Baiklah. Tadi saya telah jelaskan sebuah “realita” yang sedang dihadapi oleh Ummat Islam, yaitu bahwa Ummat Islam terpaksa harus memilih sistem demokrasi. Sekarang ananda akan saya bawa kepada realita yang kedua.

K: Realita apa itu Pak?

S: Ananda telah katakan bahwa prioritas utama dalam menyelamatkan ananda sendiri, keluarga dan kaum muslimin seluruhnya adalah menjauhkan syirik (menjelaskan tauhid). Kira-kira langkah apa yang akan ananda tempuh untuk menyampaikan hal itu kepada ummat Islam Indonesia yang kebanyakan masih suka tahayyul, penuh dengan khurofat, suka berkunjung ke makam-makam keramat untuk berdoa, jimat, jampi-jampi, perdukunan, mistik, dsb?

K: Tentu saya akan menyampaikannya di manapun kesempatan itu datang pada saya, insya Allah.

S: Apabila kesempatan itu ada di depan parlemen, anggap saja ananda memilih jalan itu, apakah ananda juga akan menyampaikannya? Mengusulkan kepada parlemen agar segera membuat aturan untuk melarang tour/ziarah ke kuburan-kuburan dan menutup pintu-pintu kemusyrikan?

K: Mmmmm…..

S: Baiklah. Nampaknya ada yang sedang ananda pertimbangkan kalau ananda harus menyampaikan hal itu di depan parlemen. Kalau begitu, bagaimana kalau kita turun ke jalan saja berdemonstrasi?

K: Mmmmm…..Rasanya juga tidak mungkin Pak, karena hal itu justru akan memecahbelah kaum muslimin dan membenci partai saya.

S: Kalau begitu ananda tidak konsisten. Bukankah tadi ananda katakan bahwa hal itu merupakan masalah surga dan neraka bagi ummat? Masalah yang menjadi prioritas pertama yang harus ananda selamatkan dari ummat? Dimanakah konsistensi ananda?

K: Bapak benar.

S: Selanjutnya ananda katakan bahwa prioritas yang kedua yang harus diselamatkan dari ummat adalah ibadah yang diterima oleh Allah dengan dua kuncinya yaitu ikhlash dan ittiba’. Ananda sudah tahu bahwa Ummat Islam ini telah berpecah belah dan banyak penyimpangan dalam peribadahan mereka. Ada yang sholat di kuburan, ada yang tahlilan, ada yang tidak perlu sholat kalau sudah sampai derajat tertentu (tarikat), ada yang menghalalkan musik padahal dalam hadits Bukhari jelas-jelas Rasulullah mengharamkan alat-alat musik, ada yang memotong ayam lalu mengelilingkan darahnya pada rumah yang baru di bangun, istighosah dan doa bersama dengan kaum kafir, ikut perayaan natalan, wanita karir, dsb. Kira-kira jalan apa yang akan ananda tempuh untuk menyampaikan prioritas kedua ini kepada kaum muslimin?

K: Mmmm….saya rasa hal-hal itu pun tidak mungkin bisa disampaikan melalui parlemen atau demonstrasi, karena tentunya akan memecahbelah ummat dan membenci partai saya. Lagipula itu kan masalah khilafiyyah.

S: Mengapa khilafiyyah?

K: Karena sebagian besar Ummat Islam Indonesia kan menganut madzhab Syafi’i, sehingga bisa saja berbeda dengan madzhab lain.

S: Ananda tidak perlu menyampaikan madzhab lain. Ananda cukup meluruskan pemahaman mereka tentang madzhab Syafi’i yang mereka anut itu. Yaitu bahwa Imam Syafi’i mengharamkan segala jenis jimat, jampe, berdoa di kuburan-kuburan, mengunjungi masjid-masjid yang ada kuburannya. Beliau tidak mengenal tahlilan. Beliau tidak mengenal sistem tarikat. Beliau melarang berdoa atau istighosah bersama orang kafir, merayakan perayaan keagaaman mereka. Beliau mengharamkan musik, menyuruh wanita tinggal di rumah, dsb.

K: Mmmmm……

S: Baiklah. Kalau begitu, kapan dan dimana ananda merasa lebih nyaman untuk menyampaikan masalah-masalah itu kepada ummat?

K: Mungkin di masjid-masjid, masjlis ta’lim, madrasah, pesantren…

S: Justru tempat itulah yang dihinakan oleh orang-orang yang mengagungkan dakwah lewat parlemen. Seolah-oleh parlemen adalah tempat yang mulia untuk berdakwah. Mereka menghinakan orang yang dakwah dari masjid ke masjid, seolah melupakan permasalahan ummat….Padahal siapa sebenarnya yang melupakan atau pura-pura lupa akan “permasalahan terpenting” ummat?

K: Mmmmm…..

S: Baiklah, bagaimana kalau ananda meyampaikannya di dalam kampanye sewaktu berkunjung ke daerah-daerah?

K: Maksud Bapak menyampaikan masalah syirik (tauhid) dan penyimpangan ibadah dalam kampanye?

S: Ya. Karena kata ananda itu adalah prioritas pertama dan kedua.

K: Tentu baru beberapa menit mereka akan lari Pak.

S: Kalau begitu, materi apa yang akan ananda sampaikan dalam kesempatan kampanye itu?

K: Tentang program kristenisasi, tentang ketidakadilan, tentang korupsi, tentang pornografi, tentang harga-harga yang naik terus, tentang pengangguran, dan masih banyak lagi.

S: Ananda sungguh sangat tidak konsisten.

K: Kenapa begitu Pak?

S: Karena tadi ananda mengatakan bahwa prioritas dakwah yang harus disampaikan kepada ummat adalah syririk (tauhid), kemudian yang kedua adalah cara beribadah yang benar.

K: Dalam berkampanye kan kita harus terlebih dahulu menyentil ummat dengan masalah-masalah seputar mereka agar mereka setuju dengan kita lalu menyerahkan suaranya kepada kita. Sehingga nantinya kita bisa membela mereka di hadapan parlemen.

S: Apa yang akan ananda bela di hadapan parlemen? Apakah ananda akan meminta parlemen untuk mengampuni kesyirikan mereka, penyimpangan ibadah mereka?

***

K: Mengenai masalah tauhid/syirik dan penyimpangan ibadah, walaupun itu menjadi prioritas dakwah, tapi masih bisa disampaikan oleh rekan-rekan dari devisi dakwah pada kesempatan yang lain.

S: Sebenarnya pada poin ini ananda sudah tidak konsisten terhadap prinsip-prinsip ananda sendiri. Tapi baiklah, kalau seandainya itu merupakan tanggungjawab dari devisi dakwah. Akan tetapi, devisi dakwah partai manakah yang dengan lantang menyerukan pemberantasan kesyirikan dan penyimpangan ibadah? Partai Islam manakah yang berani menentang masuknya paham syi’ah ke Indonesia? Hampir semua devisi dakwah mengatakan bahwa kita harus bertoleransi demi menjaga keutuhan ummat. Apakah mereka berusaha menutup mata ketika ahlu sunnah dibantai di negara yang mayoritas syi’ah, ulamanya dipenjara dan disiksa? Apa sikap ananda terhadap mereka? Padahal mereka itu senantiasa menghujat para shahabat Nabi? Bagaimana kalau banyak kaum muda yang tertarik masuk syi’ah? Sungguh ananda tidak sedang berusaha membela agama ananda, tidak sedang berupaya memurnikan Islam. Ananda tidak sedang menyelamatkan ummat ini, apa sebenarnya yang sedang ananda selamatkan?

K: Mmmm…..

S: Baiklah, katakanlah ternyata ada devisi dakwah sebuah partai yang berani berkata seperti itu, walaupun saya belum melihatnya di Indonesia saat ini. Lalu, manakah yang lebih baik, berdakwah dengan membawa-bawa nama partai, berbaju dengan baju partai, atau berdakwah dengan tidak mengatasnamakan kelompok tertentu. Kira-kira manakah dakwah yang mudah diterima oleh masyarakat Indonesia? dan lebih dicintai Allah?

***

S: Ananda, justru tanggungjawab ada di pundak ananda sebagai juru dakwah. Saat kampanye, adalah saat ananda pertama kali berjumpa dengan kaum muslimin dan mungkin tidak akan pernah lagi ananda berjumpa dengan mereka. Mengapa ananda tidak berusaha menyelamatkan mereka dengan hal-hal yang pokok? Padahal masalah sesungguhnya yang hakiki yang sedang menyelimuti mereka adalah sesuatu yang akan mejerumuskan mereka ke dalam neraka? Yaitu syirik dan penyimpangan ibadah. Adakah masalah yang lebih besar dari itu sehingga ananda mengesampingkannya? Inilah yang saya maksud dengan realita yang kedua. Yaitu bahwa dakwah demokrasi akan menghambat penyampaian kebenaran dengan alasan untuk kerukunan ummat (bukan persatuan ummat lho!).

K: Pak Sholeh, apa yang akan Bapak nasehatkan untuk diri saya?

S: Ananda, demokrasi adalah sesuatu yang dharuri. Begitu (bahkan) kata sebagian ulama yang membolehkan demokrasi. Namun herannya ada diantara kaum muslimin yang bangga dengan julukan pejuang-pejuang demokrasi. Padahal, apabila kita melihat prinsip-prinsip demokrasi, maka semakin suatu negara menuju kepada kesempurnaan demokrasi, maka setiap orang akan semakin bebas untuk mengeluarkan ide dan pendapatnya.

Ananda, sekarang ananda tinggal memilih salah satu dari dua jalan. Ada jalan demokrasi dan ada jalan dakwah nubuwwah. Namun keduanya bagaikan keping mata uang yang saling berseberangan. Yang satu penuh toleransi dan ada padanya pengorbanan akidah, yang satunya penuh ketegasan dan lebih dekat kepada terselamatkannya akidah. Tentu pada kedua jalan itu ada kesempatan kita untuk beribadah dan berjuang secara maksimal. Pada keduanya juga ada manfaat bagi kaum muslimin, tergantung jenis manfaat apa yang akan diperjuangkan. Gunakanlah bashiroh serta hikmah yang mendalam. Ananda bebas memilih salah satu dari kedua jalan itu. Pilihlah jalan yang dapat menyelamatkan ananda sendiri dan kaum muslimin dari adzab neraka, dan terus berjuang menjaga kemurnian/kesempurnaan Agama Islam. Juga nasehat saya, takutlah untuk tidak melanggar/mengorbankan hukum-hukum Allah dalam memperjuangkan kebenaran tersebut.

Apapun yang menjadi keputusan ananda, maka hal itu tidak boleh menyebabkan perpecahan dengan orang yang berseberangan dengan ananda. Apalagi tentunya kalau ananda memilih jalan demokrasi, ananda tentu akan lebih bisa menghargai pendapat orang lain. Persatuan tetap merupakan perintah dari Allah. Berta’awuun untuk amar ma’ruf nahi mungkar bersama setiap orang Islam tetap merupakan perintah Allah.

Tak terasa waktu sudah mendekati adzan maghrib. Kebetulan terlihat Pak Ahmad (ketua salah satu partai Islam) datang ke mesjid untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib. Mereka berdua segera menghampirinya. Pemuda Khoriul membuka percakapan:

K: Assalamu’alaikum Pak Ahmad?

Pak Ahmad (A): Wa’alaikumussalam, eh Nak Khoirul dan Pak Sholeh. Apa kabar nih?

K: Alhamdulillah kami berdua baik-baik saja. Maaf kami sengaja menghampiri Bapak untuk menyampaikan sesuatu.

A: Ah, kok terasa formal sekali. Apa yang akan ananda sampaikan Nak Khoirul. Jangan membuat Bapak kaget ya!

K: Tidak Pak. Kami cuma ingin menyampaikan bahwa dalam menghadapi Program kristenisasi “Jusuf 2004”, saya dan Pak Sholeh siap menyampaikan masalah ini di masjid-masjid, masjlis ta’lim, pesantren-pesantren yang biasa kami dakwah di dalamnya.

A: Masya Allah….Masya Allah….Bapak sangat bersyukur sekali Nak Khoirul. Ini merupakan suatu nikmat yang paling berharga yang Bapak peroleh hari ini. Mudah-mudahan keinginan ananda dan Pak Sholeh diridhoi Allah. Teman-teman di partai pasti akan sangat senang sekali mendengarnya. Oya, apakah ini berarti Nak Khoirul dan Pak Sholeh akan bergabung dengan partai kami, memakai baju kami?

Pemuda Khoirul tidak menjawab. Matanya beradu tatapan dengan Pak Sholeh. Saling memandang dan terdiam bisu. Dia tidak bisa menjawab. Teringat semua argumentasi Pak Sholeh tentang demokrasi. Tentang bagaimana prinsip bebas berpendapat, menghargai pendapat, yang justru memberikan kesempatan kpd orang jahat untuk menghalangi kebenaran dengan mengatasnamakan HAM, tentang bagaimana setiap partai harus mendulang suara, padahal jumlah orang baik di akhir zaman itu hanya sedikit. Teringat kembali betapa akan banyak pencampuran antara yang hak dan yang batil. Teringat kembali akan sifat-sifat hizbullah, yang diantaranya adalah keras terhadap orang kafir dan berkasihsayang dengan sesama muslim. Teringat akan adanya kemustahilan dalam pencapaian kemenangan melalui kompromi/toleransi. Teringat bagaimana kemenangan hakiki itu bisa dipetik hanya dengan jihad, bukan dengan kompromi atau toleransi.Teringat akan kaum muslimin yang sedang berkubang dalam lumpur syirik dan penyimpangan ibadah. Teringat bagaimana demokrasi akan menghambat penyampaian kebenaran dengan alasan kerukunan ummat. Teringat akan persatuan ummat secara jasadi warruhi. Teringat akan wasiat Rasulullah kepada orang-orang yang hidup di akhir zaman untuk menjauhi semua kelompok yang ada dan wasiat untuk ruju’ (kembali) kepada Kitabullah, Sunnah Rasul dan Ijma para shahabat. Teringat akan makna “kembali”, yaitu dengan menyampaikan pendidikan kepada ummat (tarbiyyah) dan memurnikan agama Islam (tashfiyyah).

Adzan Maghrib nyaring berkumandang. Pemuda Khoirul belum juga memberikan jawaban. Dirasakannya betul bagaimana reaksi Pak Ahmad kalau dia harus mengatakan “tidak!”. Tentu akan panjang sekali penjelasan yang harus disampaikan, akan sulit sekali difahami, dikaji dan diputuskan, akan ada kembali sebuah diskusi yang panjang dan melelahkan, diskusi tentang sebuah dilema bagi ummat Islam. Dilema yang seolah di dalamnya ada kebaikan namun ada juga keburukan yang ganas. Dilema yang menjadi perdebatan kaum muslimin di akhir zaman. Dilema yang terkadang menjadikan perdebatan menjurus kepada tidak saling menghargai pendapat. Dilema yang butuh kehati-hatian dan bashiroh mendalam dalam memahaminya. Dilema yang sangat melelahkan. Dilema Simalakama !

Dhahran-Saudi Arabia, Ahad 22 Sha’baan 1424 H

Sejarah Hitam Pelecehan Terhadap Wanita Dengan Nama “Emansipasi Wanita”

Ditulis pada oleh bashiroh


Penulis: Abu Umair Mahful Safaruddin, Lc.

Sejarah pelecehan terhadap wanita muslim berawal dari negeri Kan’an, Mesir, ketika penguasa Mesir pada waktu itu Muhammad Ali Basya mengadakan program pengiriman mahasiswa-mahasiswa muslim ke Prancis. Di antara mereka yang dikirim adalah Rif’at Rafi’ Ath-Thahthawi (w. 1290 M). Dialah yang pertama kali menyebarkan bibit propaganda terhadap emansipasi wanita ini sepulangnya dari Prancis. Lalu mulailah gerakan setan ini diteruskan oleh para pewarisnya di segala penjuru negeri Islam.Di Mesir sendiri -negeri pertama kali yang mempropagandakan gerakan emansipasi wanita ini- banyak orang yang terpengaruh dengan pemikiran Rif’at ini yang kebanyakan mereka adalah para intelektual muslim hasil didikan Barat dan orang Nashrani, diantaranya adalah:

  • Markus Fahmi (w. 1374 M) dalam bukunya Al-Mar’atu fi Asy-Syarqi(Wanita Timur).
  • Ahmad Luthfi As-Sayyid (w. 1382 M), orang pertama kali yang memasukkan wanita-wanita Mesir ikut serta belajar di perguruan-perguruan tinggi campur baur dengan kaum lelaki dengan menanggalkan busana muslimahnya. Dan ini sejarah pertama yang tercatat di Mesir dan mendapat dukungan dari Thaha Husain (w. 1393 M)
  • Qasim Amin (w. 1326 M) orang kedua setelah Rif’at yang menjadi propagandis terkenal dalam gerakan emansipasi wanita. Dia menulis buku yang terkenal Tahriirul Mar’at (Emansipasi Wanita). Yang banyak mendapat kecaman dari para ulama baik di Mesir, Syam dan Iraq dan dihukumi murtad oleh mereka. Akan tetapi tidak lama kemudian dia menulis buku lagi yang berjudul Al-Mar’atu Al-Jadiidatu (Wanita Modern), maksudnya adalah: merubah wanita muslimah menjadi wanita Eropa.
  • Ratu Naziliy Abdurrahman Shabriy, seorang muslimah yang telah murtad dengan pindah ke agama Kristen. Dia merupakan salah satu pendukung tulen gerakan “Emansipasi Wanita” ini (Lihat: Ratu Naziliy: 8/226-227)
  • Sa’d Zaghlul (w. 1346 M) dan saudara sepupunya Ahmad Fathi Zaghlul (w. 1332 M) sebagai pelaksana pemikiran yang dibawa oleh Qasim Amin ini.
  • Huda Sya’rawi (w. 1367 M) pemimpin gerakan wanita di Kairo yang mendakwahkan Emansipasi Wanita pada tahun 1337 M. Dan kongres mereka yang pertama kali dilangsungkan di gereja Al-Marqashiyah di Mesir tahun 1338 M. Huda Asy-Sya’rawi adalah wanita muslimah Mesir pertama kali yang menanggalkan hijab.

Dan masih ada lagi nama-nama lain dari para pengikut hawa nafsu dari Mesir seperti: Ihsan Abdul Quddus, Mushthafa Amin, Najib Mahfudz, Thaha Husain dari kalangan umat Islam, sedangkan dari kalangan Kristen muncul nama seperti: Syibli Syumayyil, Farah Anton dll. Mereka bahu membahu mendakwahkan gerakan iblis ini untuk mengelabui wanita-wanita muslimah dengan menggunakan surat kabar, sarana pertama dan paling utama serta paling untuk efektif untuk menyebarkan gerakan ini. Maka muncullah surat kabar dengan nama “Majalah As-Sufur (Majalah Pornografi)” pada tahun 1318 M, yang isinya tidak lain merusak wanita muslimah melalui hal-hal berikut:

  1. Menampilkan gambar-gambar wanita seksi.
  2. Campur baur antara laki perempuan dalam diskusi dan rapat-rapat.
  3. Pemikiran sesat tentang “Wanita adalah partner laki-laki” maksudnya bahwa wanita itu sama dengan lelaki dalam semua hal.
  4. Menjelek-jelekkan ajaran islam bahwa lelaki adalah pemimpin bagi wanita.
  5. Menampilkan mode dan busana ala Barat, model kolam renang bagi wanita.
  6. Menampilkan gambar tempat-tempat hiburan, kafe, bar dll.
  7. Menampilkan kisah-kisah mesum dan porno yang merusak kehormatan wanita.
  8. Menyanjung bintang film, penyanyi, artis dll.

Kemudian gerakan ini secara cepat merambah ke negara-negara islam lainnya sehingga dikeluarkanlah undang-undang tentang pelarangan hijab di berbagai Negara, antara lain:

Di Turki, pada tahun 1456 M Mushthafa Kemal At-Tatruk mengeluarkan undang-undang tentang pelarangan hijab. Kemudian pada tahun 1348 M diberlakukan undang-undang baru buatan Swiss yang bernama UU Konvensional New Castle yang melarang poligami bagi lelaki muslim. Sejak saat itulah wanita muslimah Turki sudah tidak ada bedanya lagi kondisinya dengan wanita Swiss, mereka tidak malu-malu lagi memakai busana Barat yang menampakkan aurat mereka, Wal’iyadzu Billah.

Di Iran, pada tahun 1344 M Ridha Bahlawi penguasa dari kalangan Rafidhah mengeluarkan undang-undang tentang pelarangan hijab bagi wanita Iran.

Di Afghanistan, Muhammad Aman juga mengeluarkan undang-undang yang sama. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ahmad Zogho di Albania.

Dan di Tunis pada tahun 1421 M Abu Ruqaibah mengeluarkan undang-undang tentang larangan hijab dan poligami. Dan barang siapa yang melanggar dikenai sanksi hukuman penjara 1 tahun atau membayar denda sesuai dengan ketetapan. Di samping itu dia juga mengeluarkan beberapa undang-undang lain yang isinya menentang syariat Islam seperti: Undang-undang yang memberikan kebebasan penuh kepada wanita jika telah berusia 20 tahun untuk memilih pasangan hidupnya tanpa persetujuan dari kedua orang tuanya, dan juga undang-undang yang isinya hukuman bagi orang yang menikahi dua orang wanita secara halal dan membebaskan bagi mereka yang menikahi 10 orang wanita secara haram. Majalah Al-’Arabiy pernah memuat sebuah temuan adanya gambar pamflet yang terpampang di jalanan Tunisia, di mana di setiap lapangan ada dua buah papan, yang satu menggambarkan sebuah keluarga yang memakai busana islami dengan tanda (x) dan yang satu menggambarkan sebuah keluarga yang memakai pakaian ala barat dengan tanda (v) di bawahnya tertulis sebuah komentar “Jadilah kalian seperti mereka”.

Selain Abu Ruqaibah yang mendakwahkan gerakan setan ini di Tunisia ada juga Ath-Thahir Al-Haddad (1317-1353 M) menulis kitab “Imroatuna fi Asy-Syari’ah wal Mujtama’ (Wanita Kita dalam pandangan Syari’at dan Masyarakat)” yang selama dekade tahun 1338-1348 M mendakwahkan kepada gerakan “Emansipasi Wanita” sehingga dua orang mufti dari madzhab Maliki menghukuminya murtad keluar dari agama. Selanjutnya dia diasingkan sebab tulisannya itu sampai akhir hidupnya tahun 1353 M. Dia meninggal dalam keadaan yang sangat mengenaskan dan tidak ada seorangpun yang mengantarkan jenazahnya selain keluarga dan beberapa temannya saja. Dia termasuk orang yang gemar musik, suka pergi ke kafe dan bar serta menganut paham sosialis.

Di Irak gerakan “Emansipasi Wanita” diusung oleh Az-Zahawiy dan Ar-Rashafiy sebagaimana yang disebutkan dalam kitab “Peristiwa-peristiwa politik dari sejarah Irak yang baru” halaman 91-143.

Di Aljazair kondisinya lebih parah lagi sebagaimana dalam kitab At-Targhib fi Al-Fikri wa As-Siyasah wa Al-Iqtishad (Westernisasi dalam bidang Pemikiran, Politik dan Ekonomi) halaman 133-139 disebutkan sebuah kisah yang memilukan, yaitu: pada tanggal 13 Mei 1958 M pemerintah memerintahkan seorang khatib Jum’at untuk menyampaikan materi tentang larangan hijab dalam khutbahnya. Maka khatib inipun melaksanakannya, dan setelah selesai shalat, salah seorang wanita Aljazair berdiri memegang mikrofon mengajak teman-temannya untuk melepas hijab, lalu dia melepas hijabnya dan diikuti oleh wanita yang lainnya. Dan kejadian serupa juga terjadi di beberapa kota di Aljazair bahkan di ibu kota Aljazair sendiri. Peristiwa inipun didukung oleh pers dengan meliputnya secara besar-besaran, Nas’alulloha Al-’Afwa Wal ‘Afiyah.

Di Maroko dan Syam dengan keempat Negara yang masuk di dalamnya: Libanon, Suria, Yordania dan Palestina gerakan “Emansipasi Wanita” juga berkembang pesat. Buku pertama kali yang muncul di Syam berkenaan dengan masalah ini ditulis tahun 1347 M -10 tahun setelah meninggalnya Qasim Amin- oleh Nadzirah Zainuddin dengan judul As-Sufur dan Al-Hijab yang diberi kata pengantar oleh ‘Ali ‘Abdurrazaq penulis buku “Islam wa Ushulul Hukm” buku rujukan utama bagi kaum sekuler yang di Mesir sendiri mendapat tantangan keras dari para ulama.

Di India dan Pakistan, gerakan “Emansipasi Wanita” dengan kedua sayapnya “Kebebasan & Persamaan (Gender)” mulai muncul pada tahun 1370 M dengan diterjemahkannya kitab Qasim Amin “Tahrirul Mar’at” ke dalam bahasa Urdu. Lalu diikuti dengan berbagai tulisan di media cetak. Ini semua tercantum secara lengkap dalam buku “Pengaruh Pemikiran Barat Terhadap Kerusakan Masyarakat Muslim di Semenanjung India” karangan Khadim Husain hal. 182-195.

Ini sejarah singkat tentang gerakan iblis dengan nama “Emansipasi Wanita” yang telah banyak memakan korbannya dari kalangan wanita muslimah di berbagai belahan dunia Islam.

Kisah yang Memilukan

a. Kisah Pertama: ketika Sa’ad Zaghlul pulang dari Inggris -dengan membawa pemikiran sesatnya untuk merusak Islam dari dalam- untuk menyambut kedatangannya di bandara dibuatlah dua panggung, satu khusus untuk laki-laki dan yang lain untuk wanita dengan memakai hijab. Begitu Sa’ad Zaghlul turun dari pesawat, dia langsung menuju panggung khusus wanita dan disambut langsung oleh Huda Sya’rawi yang pada waktu itu memakai hijab agar dilepas oleh Sa’ad. Lalu Sa’ad pun melepaskan hijab dari Huda yang diikuti serentak oleh wanita-wanita yang hadir pada saat itu dengan bersorak-sorai.

b. Kisah Kedua: Shafiyah bintu Mushthafa Fahmi, isteri Sa’ad Zaghlul yang setelah menikah dengannya dia mengganti namanya menjadi Shafiyah Hanim Sa’ad Zaghlul, dengan menisbahkan dirinya sebagai istri ke nama suaminya sebagaimana kebiasaan wanita-wanita barat setelah mereka menikah. Pada sebuah demonstrasi wanita yang berlangsung di depan istana Nil, dia melepas hijab yang diikuti secara serentak oleh para wanita yang lain. Kemudian mereka menginjak-injaknya dan membakarnya bersama-sama. Oleh karena itu lapangan tempat terjadinya peristiwa tersebut dengan nama “Maidan At-Tahrir “ (Lapangan Kebebasan).

Apa Isi Dan Akibat Buruk Dari Gerakan Iblis “Emansipasi Wanita” Ini ?

Gerakan “Emansipasi Wanita (Tahrirul Mar’ah)” ini terdiri dari dua pokok masalah:

1. Kebebasan Wanita (Hurriyatul Mar’ah)

  • Mengajak wanita untuk melepas hijab, lambang kehormatan mereka dan menghilangkan rasa malu dari diri mereka. Sehingga banyak negara islam yang mengeluarkan undang-undang larangan hijab bagi kaum muslimah, memberikan sanksi kepada mereka yang memakai hijab dengan hukuman satu tahun penjara atau denda atau mengintimidasi mereka yang berhijab, seperti yang terjadi di Turki, Tunisia, Iran, Afghanistan, Albania, Somalia dan Aljazair.
  • Menawarkan mode dan berpakaian ala barat dengan bantuan mass media baik cetak maupun elektronik. Sehingga banyak kita jumpai wanita-wanita muslimah yang memiliki kesibukan dan hobby baru yaitu membaca dan mengikuti perkembangan mode dan busana ala barat.

2. Persamaan antara Wanita dan Pria (Gender/Al-Musaawatu Bainal Mar’ati Wa Ar-Rajul)

  • Mengajak wanita untuk keluar rumah untuk bersama-sama kaum lelaki bekerja di segala bidang kehidupan.
  • Gerakan ini membawa beberapa pemikiran yang kesemuanya merusak wanita muslimah dan mencabik-cabik kehormatannya. Banyak sekali dampak negatif dari gerakan ini, diantaranya:
    • Merebaknya gambar-gambar porno dan tayangan-tayangan yang tidak senonoh dan melanggar norma-norma masyarakat dan agama.
    • Menyebarnya perzinaan dan praktek-praktek prostitusi di masyarakat dan tidak jarang diantaranya yang dilegalkan. Dan lebih parahnya lagi munculnya kaum homo dan lesbian yang dahulu sama sekali tidak dikenal oleh masyarakat islam.
    • Tuntutan kuat untuk membatalkan hukum islam dalam masalah hudud terutama yang berkenaan dengan masalah zina.
    • Munculnya praktek-praktek medis yang melanggar syar’i sebagai dampak dari perzinaan seperti: aborsi, munculnya alat-alat baru untuk mencegah kehamilan, anjuran untuk KB, adanya bayi tabung, sewa rahim perempuan lain dll.
    • Munculnya undang-undang yang bertentangan dengan syariat Islam seperti: larangan poligami, perempuan juga memiliki hak untuk menceraikan suaminya, perempuan yang sudah dewasa usia 20 tahun bebas memilih pasangan hidupnya sendiri meskipun tanpa izin orang tua atau walinya, perempuan memiliki hak waris yang sama dengan laki-laki dll.
    • Timbulnya berbagai macam penyakit masyarakat seperti: banyaknya anak-anak terlantar akibat perzinaan, menyebarnya kenakalan remaja akibat salah urus karena orang tua mereka sibuk dengan karier dan pekerjaan, munculnya penyakit-penyakit kelamin yang sampai sekarang susah dicarikan obatnya, munculnya perselingkuhan di kalangan keluarga, naiknya angka perceraian, meningkatnya jumlah perawan-perawan tua karena perzinaan dll.
    • Hilangnya rasa malu dari diri wanita muslimah dan tumbuhnya rasa kurang PD dengan busana islami yang dianjurkan agama Islam.

Beberapa Nasihat Penting

1. Kepada pemerintah untuk:

  • Membuat undang-undang tentang: larangan membuka aurat dan melepas hijab bagi wanita.
  • Membuat undang-undang tentang pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam semua bidang kehidupan.
  • Membuat undang-undang pers tentang larangan menulis hal-hal yang merusak kehormatan wanita.
  • Menghukum atas segala pelanggaran undang-undang yang ditetapkan dan menyeret pelakunya ke pengadilan.

2. Kepada para ulama, da’i dan thullabul ‘ilmi untuk tidak bosan-bosan

  • Memberikan nasihat dan peringatan kepada para wanita untuk menjaga kehormatan mereka.
  • Menegakkan amar makruf nahi mungkar di kalangan masyarakat.
  • Memberikan semangat untuk selalu beriltizam dengan ajaran-ajaran islam dan giat untuk menuntut ilmu syar’i.

3. Kepada para orang tua dan suami hendaknya mereka bertakwa kepada Allah dalam amanah yang diberikan Allah kepada mereka berupa anak-anak perempuan atau istri-istri mereka. Hendaknya mereka mendidik para wanita yang berada di bawah tanggung jawabnya agar menjaga kehormatan mereka dan membentengi mereka dari segala hal yang bisa merusak mereka seperti; teman yang jelek, media pers dll. Dan hendaknya mereka paham bahwa kerusakan yang melanda para wanita sebab yang paling utama adalah keteledoran kaum laki-laki dalam mendidik dan membimbing mereka.

4. Kepada para wanita muslimah bertakwalah kalian kepada Allah, jagalah kehormatan kalian. Janganlah kalian rela menjadi barang mainan oleh tangan-tangan orang yang ingin menghancurkan agama ini dan umatnya lewat kalian. Pakailah pakaian yang syar’, hindari segala hal yang akan merusak diri kalian. Janganlah kalian menjadi kaki tangan setan dalam menggoda umat manusia ini.

5. Kepada para pembawa bendera “Emansipasi Wanita” baik para pemikir, penulis atau yang lainnya untuk segera bertaubat dengan taubat nashuha. Dan bertakwalah kalian kepada Allah jangan sampai kalian menjadi pintu-pintu bagi manusia untuk melakukan perbuatan keji. Dan ingatlah kalian akan siksaan dan ancaman Allah kelak di akhirat.

6. Kepada setiap kaum muslimin untuk menjaga diri mereka masing-masing dari perbuatan keji dan mungkar dan menjaga lisan mereka jangan sampai menyebarkan perbuatan yang keji dan rida dengan hal itu. Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآَخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nuur: 19)

Kalimat Terakhir

Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya “Al-Hikam Al-Jadirah bil Idza’ah” hal. 43 menyebutkan sebuah riwayat: “Diriwayatkan dari al-imam Ahmad bahwasanya beliau pernah ditanya: “Bahwasanya Abdul Wahhab Al-Warraq mengingkari masalah ini dan itu.” Beliau menjawab: “Kita akan tetap dalam kebaikan selama ada di antara kita yang mengingkari kemungkaran yang ada.”

Senada dengan apa yang disampaikan beliau adalah apa yang diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu: Bahwasanya ada orang yang berkata kepada beliau: “Bertakwalah anda wahai amirul mukminin!” Lalu beliau menjawab: “Tidak ada kebaikan pada kalian jika kalian tidak mau mengatakan hal ini kepada kami. Dan tidak ada kebaikan pada kami jika kami tidak mau menerima ucapan itu dari kalian.”

والله أعلم بالصواب

وصلى الله على محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

********

Disalin dari : http://assunnahsurabaya.wordpress.com

Minggu, 06 April 2008

mampukah Aku bertahan

ya rasulullah, mampukah aku bertahan, sedangkan ilmu yang kumiliki hanya sebutir pasir di antara lautan kebodohan

bagaimana aku bisa istiqomah, sedangkan iman tak pernah menghujam ke dalam lubuk hatiku, ia laksana kapas yang ditiup oleh angin hawa............


Senin, 24 Desember 2007

Windows Vista Ultimate Gratis dari Microsoft !

Microsoft memberikan versi Windows Vista yang paling mahal secara gratis ? Apakah itu sebuah mimpi ? Tidak ! Melalui program yang dinamakan "Windows Feedback Program", Anda bisa mendapatkan Windows Vista Ultimate secara gratis dan menggunakannya secara sah.

BACA SELANGKAPNYA

Sumber :www.jasakom.com